Setelah Tomok, masih ada satu kampung lagi yang wajib Anda kunjungi selama berlibur ke Pulau Samosir, yaitu Kampung (Huta) Ambarita. Secara administratif, kampung (Huta) Ambarita ini adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Ambarita merupakan sebuah desa yang memiliki cerita sejarah tersendiri
bagi Suku Batak. Desa ini dikenal dengan benda-benda peninggalan zaman
megalitikumnya. Ambarita berjarak sekitar 3 km dan berjarak 5 km dari
Tomok. Untuk mencapai kampung ini, Anda bisa melakukan perjalanan dengan
kapal selama 20 menit. Bagi Anda yang menginap di tuk-tuk dapat
menyewa sepeda di hotel dan masyarakat setempat. Untuk Anda yang senang
berjalan kaki dapat menyusuri pinggiran danau untuk bisa sampai ke Huta Sialagan tersebut. Hanya berjarak 3 km dari tuk tuk.
Sebagai
sebuah desa Ambarita banyak menyimpan cerita sejarah yang masih hidup
hingga sekarang. Terdapatnya peninggalan dari zaman megalitikum menjadi
saksi bisu dari sejarah yang mewarnai keberlangsungan kampung ini.
Tempat ini menjadi situs antropologi yang ada di Kabupaten Samosir.
Situs inipun memiliki daya tarik tersendiri bagi turis baik lokal
maupun mancanegara.
Jika
Anda mengunjungi Desa Ambarita Anda akan disambut dengan sebuah pintu
gerbang masuk yang berada di sebelah barat daya. dipintu masuk ini,
terdapat patung yang dipahat dari batu besar. Patung tersebut diberi
nama Pangulubalang. Masyarakat percaya bahwa patung tersebut dapat
mengusir roh jahat yang akan masuk kekampung.
Bagi Anda yang ingin tahu detail cerita sejarah tentang Desa Ambarita dan Raja Siallagan Disana Anda dapat menyewa jasa pemandu wisata lokal. Tentunya, tarifnya adalah tarif seikhlas hati. hehehehe
Bagi Anda yang ingin tahu detail cerita sejarah tentang Desa Ambarita dan Raja Siallagan Disana Anda dapat menyewa jasa pemandu wisata lokal. Tentunya, tarifnya adalah tarif seikhlas hati. hehehehe
Di Kampung (Huta)
Siallagan ini masih terdapat rumah adat tradisional Batak. Posisinya
berjajar sebanyak delapan buah. Hingga sekarang rumah adat ini tersebut
masihlah terjaga keotentikannya. Rumah adat tersebut tersebut
diperkirakan telah berumur ratusan tahun. Halaman rumah terdapat sebuah
pohon yang sangat kokoh, yang dipercaya sebagai pohon kebenaran (Hau Habonoran).
Pohon tersebut di beri nama Hau Habonoran yang artinya adalah pohon
kebenaran. Diperkirakan pohon tersebut sudah berusia ratusan tahun.
Situs antropologi di Kampung (Huta) Sialagan ini syarat dengan cerita. Terdapat kursi kursi dari batu. Dahulu kursi tersebut digunakan oleh para
tetua kampung untuk melangsungkan persidangan dan mengadili bagi para
penjahat sebelum akhirnya dipancung. Itulah mengapa kampung ini lebih
dikenal dengan nama situs Batu Persidangan. Karena situs ini adalah
sebuah bukti bahwa telah ada hukum Batak Kuno yang mengatur masyarakat
suku Batak pada saat itu.
Masih
ditempat yang sama, di dekat Batu Persidangan tersebut terletak sebuah
batu yang dulu yang digunakan untuk mengeksekusi para penjahat yang
terbukti bersalah. Bagi yang dinyatakan bersalah akan di hukum pancung.
Sebelum hukuman pancung tersabut dilaksanakan, para tetua adat akan
melakukan ritual-ritual tertentu. Ritual tersebut dilakukan untuk
menghilangkan pengaruh ilmu hitam yang dimiliki oleh si penjahat. Proses
eksekusipun dilaksanakan oleh algojo dan disaksikan oleh Raja dan semua
para tetua adat. Selesai
eksekusi darah dari tubuh penjahat tersebut akan diletakkan didalam
cawan. Kemudian hati dan jantung di cincang dan disajikan bersama tetua
adat untuk diminum dan dimakan. Hal
ini diyakini bahwa setelah memakan jantung dan meminum darah si
penjahat, kesaktiannya akan berpindah kepada orang yang memakan dan
meminumnya. Kepercayaan masyarakat setempat pada masa itu masihlah
menganut kepercayaan Parmalim (animisme).
